Thursday 6 August 2015

Puisi Yang Harus Terkirim

Bali, 08 August 2015

Kepada Kamu ...
Dengan penuh kebencian,
Aku benci jatuh cinta ...

Aku benci merasa senang bertemu lagi dengan kamu ...
tersenyum malu-malu, dan  menebak-nebak ...
selalu menebak-nebak ...

Aku benci deg-degan menunggu kamu online. 
Dan di saat kamu muncul, aku akan tiduran tengkurap, bantal di bawah dagu, lalu berpikir, tersenyum, dan berusaha mencari kalimat-kalimat lucu agar kamu, di seberang sana, bisa
tertawa ...
Karena kata teman-temanku, cara paling mudah untuk membuatmu suka denganku adalah dengan membuatmu tertawa. Maka maaf, jika aku terlalu banyak bercanda.
Dan mudah-mudahan itu benar ...

Aku benci terkejut melihat BBM kamu muncul di inbox-ku dan aku benci kenapa aku harus memakan waktu begitu lama untuk membalasnya, menghapusnya, dan memikirkan kata demi kata ...

Aku benci ketika jatuh cinta ...
semua detail yang aku ucapkan, katakan, kirimkan, tuliskan ke kamu menjadi penting, seolah-olah harus tanpa cacat ...
atau aku ... aku bisa jadi kehilangan kamu.
Aku benci harus berada dalam posisi seperti itu.
Tapi, aku tidak bisa menawarnya ...

Aku benci harus menerjemahkan isyarat-isyarat kamu itu.
Apakah pertanyaan kamu itu sekadar pancingan atau retorika atau pertanyaan biasa yang aku salah artikan dengan penuh percaya diri?
Apakah senyuman yang kamu tunjukan saat meminjamkan novel ini kemarin hanyalah gesture biasa, atau ada maksud lain?
Atau aku yang “sekali lagi” salah mengartikan dengan penuh percaya diri?

Aku benci harus memikirkanmu sebelum tidur dan merasakan sesuatu yang bergerak dari dalam dada ...
Menjalar ke sekujur tubuh ...
Dan aku merasa pasrah ... 
Gelisah ...
Aku benci untuk berpikir aku bisa begini terus semalaman, tanpa harus tidur.
Ya, Cukup begini saja.

Aku benci saat kamu melihat kearahku ...
Saat mata kita bertemu, saat kamu mencoba untuk melihat sesuatu dari diriku.
Oh, aku benci kenapa ketika kita bertatapan, aku tidak bernapas ...
Aku merasa canggung ...
Dan, aku ingin berlari jauh.
Aku benci aku harus sadar atas semua kecanggungan itu ...
Tapi aku malah tidak bisa melakukan apa-apa ...

Aku benci ketika logikaku bersuara dan mengatakan ...
"Hey! Ini hanya ketertarikan fisik semata, pada akhirnya kamu akan tahu, kalian berdua tidak punya anything in common!”
Tetapi harus dimentahkan oleh hati yang berkata, “Jangan hiraukan logikamu.”

Aku benci harus mencari-cari kesalahan kecil yang ada di dalam diri kamu.
Kesalahan yang secara desperate aku cari dengan paksa karena aku benci untuk tahu bahwa kamu bisa saja sempurna, kamu bisa saja tanpa cela, dan aku ...
Aku bisa saja benar-benar jatuh hati kepadamu.

Aku benci jatuh cinta, terutama kepada kamu ...
Demi Tuhan, aku benci jatuh cinta kepada kamu ...

Karena, di dalam perasaan menggebu-gebu ini, di balik semua rasa kangen, takut, canggung, yang bergumul di dalam dan meletup pelan-pelan ...


Aku takut sendirian.




No comments:

Post a Comment